Sabtu, 16 Oktober 2010

Profesi Fotografi dengan Masalah Kependudukan yang Ada di Daerah Tembalang

BAB I
PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG
Fotografer atau juru foto adalah orang-orang yang membuat gambar dengan kamera ataupun peralatan fotografi lainnya, dan umumnya memikirkan seni dan teknik untuk menghasilkan foto yang lebih bagusserta berusaha mengembangkan ilmunya. Banyak fotografer yang menggunakan kamera dan alatnya sebagai pekerjaan untuk menari penghasilan.
Di Tembalang yang notabennya merupakan tempat para mahasiswa menuntut ilmu di Perguruan Tinggi membutuhkan banyak kebutuhan, salah satunya adalah foto. Maka muncullah tampat-tempat foto untuk melengkapi kebutuhan para mahasiswa. Foto selalu dibutuhkan, terutama bagi para mahasiswa-mahasiswa baru misalnya untuk CV mereka. Dan tukang foto berjasa besar dalam hal ini.
B.RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan keadaan tersebut dapat dirumuskan permasalahan sabagai berikut ; “Adakah hubungan anttara profesi tukang foto dengan kependudukan di Tembalang?”
C.TUJUAN
Mengetahui hubungan antara profesi tukang foto dengan kependudukan di tembalang.


BAB II
ISI


Di Tembalang banyak profesi yang ditekuni oleh para penduduknya, misalnya saja tukang cukur,tukang parkir, tukang jaga warnet, tukang foto dll. Tukang foto merupakan salah satu profesi yang ditekuni oleh penduduk tembalang baik penduduk asli maupun pendatang.
Pekerjaan ini merupakan professi yang cukup bagus karena di Tembalang terdapat Perguruan Tinggi maupun Instansi Pemerintahan yang tidak lepas dari foto untuk melengkapi data-data yang dibutuhkan. Pekerjaan ini membutuhkan skill dalam penguasaan editing foto.
Pekerjaan yang biasa dilakukan oleh tukang foto misalnya saja adalah memotret, mengedit foto, dan mencetak foto. Terkadang manusia mempunyai sifat yang kurang puas dan tidak menghargai dirinya, sehingga dalam foto mereka melakukan perubahan-perubahan terhadap bentuk fisik dirinya. Misalnya saja dari gmuk menjadi langsing, dari kulit hitam menjadi kulit putih, dari berjerawat menjadi bersih cemerlang, dll. Kita dapat melakukan semua itu dengan mengedit sendiri maupun meminta bantuan tukang foto. Kendatipun kita dapat mengedit sendiri hasilnya akan lebih cepat apabila dilakukan oleh tukang foto karena sudah mempunyai skill dibidangnya.
Profesi ini tidak begitu membutuhkan tenaga fisik melainkan lebih membutuhkan daya pikir dan kreasi untuk menghasilkan foto yang bagus. Dan profesi ini dituntut untuk dapat menguasai software-software yang digunakan untuk mengedit foto agar hasilnya lebih maksimal sehingga pelanngan tidak kecewa. Profesi ini juga membutuhkan ketelitian dalam bekerja agar tidak terjadi kesalahan-kesalahan pada pengeditan foto.
Agar foto-foto yang dihasilkan nampak bagus mereka yang menggeluti profesi ini selalu berusaha untuk tetap update. Misalnya saja kini mereka telah melengkapi fasilitas studio dengan bluetooth, kabel data, cardrider, dll. Memakai metode foto langsung jadi tanpa harus menunggu berjam-jam bahkan berhari-hari dalam prosesnya.
Tidak ada sesuatu pekerjaan yang mulus-mulus saja, tanpa kendala dalam pelaksanaannya. Kendala yang dirasakan pada profesi ini adalah apabila listrik padam dan mesinn rusak maka pekerjaannya akan tertunda. Selain itu apabila musim liburan semester, studio sepi pelanggan karena kebanyakan pelanggan adalah mahasiswa. Namun, disamping kendala tersebut terdapat kesenangan tersendiri. Misalnya saja menyalurkan hoby, menolong sesama, dan pada musim penerimaan mahasiswa baru maupun tahun ajaran baru pelanggan menjadi banyak, sehingga mereka mendapatkan penghasilan yang lebih.


BAB III
PENUTUP


KESIMPULAN
Berdasarkan uraian yang disampaikan dapat ditarik kesimpulan bahwa hubungan profesi ini dengan kependudukan di Tembalang sangat bergantungan satu sama lain. Para mahasiswa membutuhkan foto,edit foto, dan cetak foto, sedangkan tukang foto mendapatkan uang sebagai imbalan balas jasa yang telah dilakukan. Maka tercipta hubungan yang saling menguntungkan satu sama lain.

SARAN
Masyarakat Tembalang baik penduduk asli maupun pendatang dapat memanfaatkan profesi ini lebih baik lagi, misalnya kita tidak mengedit sendiri melainkan meminta bantuan tukang foto, karena selain tidak menyita waktu kita juga dapat memberikan pendapatan bagi mereka. Namun, bukan berarti kita menjadi gaptek dan malas, kita tetap harus berlatih dan menjadi orang yang ristek.

Hasil Tugas Paper Permasalahan Kota-Kota Besar ( Samarinda )


PERMASALAHAN PKL DAN PENATAAN KOTA di SAMARINDA

Samarinda adalah salah satu kota besar di Kalimantan Timur yang juga merupakan ibukota dari propinsi tersebut, tidak pernah terlepas dari masalah tenaga kerja, lingkungan kumuh (slump area), kesemrawutan, dan kemacetan lalu lintas, kerusakan kawasan tepian air serta bantaran sungai, kekacauan ruang-ruang public, ketidaksinambungan ekologi kota dan jutaan permasalahan sosial lainnya, seperti kota – kota besar lainnya pada umumnya. Ketika lembaga dan mekanisme sosial tidak mampu menampung akomodasi perubahan-perubahan lingkungan dan kebutuhan masyarakat, akan terjadi krisis di kota tersebut. Hal ini memicu konflik yang dapat menghambat pembangunan di kota tersebut.
Tapi konsep perencanaan yang ada ternyata miskin dalam implementasi. Hampir di setiap pemerintah daerah yang ada di Indonesia pengambilan keputusan lebih didominasi dan dilandasi ‘hanya’ oleh para konsepsi pembuat keputusan. Sehingga kebijakan publik yang idealnya diperuntukkan demi kesejahteraan dan kenyamanan masyarakat kerap kali justru menimbulkan keresahan bagi masyarakat. Kebijakan public lebih berorientasi kepada kepentingan pemerintah “government policy oriented” bukan berpihak pada kepentingan masyarakat atau “social policy oriented“. Di dalam dinamika kehidupan bermasyarakat dan bernegara tidak dapat kita pungkiri ada dua kutub yang sering berbenturan. Kutub pertama disebut kepentingan pemerintah dan sebagai kutub lawannya adalah kepentingan rakyat, sementara ada satu kutub lainnya yang lebih bersifat fleksibel yang disebut swasta, fleksibel karena kutub ini akan ‘menempel ‘ pada kutub mana yang memberikan keuntungan bagi mereka.
Sebagai sontoh permasalahan PKL di kota ini. Dengan paparan sebelumnya tentu kita dapat memilah mana yang menjadi kepentingan rakyat dan mana kepentingan pemerintah. Berbicara masalah PKL tentu kita akan berputar di dalam sebuah lingkaran yang hingga sekarang belum kita dapatkan ujung titik temunya. Berbicara PKL pasti akan mengingatkan kita semua akan keterbatasan lapangan pekerjaan terutama di wilayah perkotaan. Sementara rasio perbandingan jumlah penduduk harus mengalami kenaikan secara signifikan dari tahun ke tahunnya. Ironisnya persentase kenaikan lapangan kerja yang tersedia tidak naik secara drastis sebagaimana jumlah kapasitas penduduk. Dengan demikian tentu kita sepakat bahwa menjadi PKL adalah satu-satunya pilihan hidup bagi mereka yang sudah tidak memiliki keahlian lain. Dan profesi PKL biasanya digeluti oleh masyarakat kecil sehingga kita dapat menggolongkannya sebagai kepentingan rakyat.
Indikator keberhasilan pemerintah daerah biasanya dengan melihat output-output yang mereka ciptakan. Baik itu berupa barang public maupun peraturan publik. Peraturan publik lebih berhubungan kepada aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah dalam hal pelayanan publik, seperti pembuatan KTP, pembuatan KK, prosedur Izin Mendirikan Bangunan, dan lain sebagainya. Sementara barang publik berkaitan dengan kewajiban pemerintah daerah dalam penyediaan sarana dan prasarana tentu saja berikut pemeliharaan dan perawatannya. Atau dengan kata lain menciptakan suasana kota yang kondusif, aman, rapi, bersih dan tenteram adalah kewajiban mutlak yang harus ditunaikan oleh pemerintah. Namun antara kewajiban penataan kerapian kota tersebut ternyata harus dilakukan dengan terus memarjinalisasikan kelompok masyarakat kecil yang tak berdaya. Sehingga di mata masyarakat kegiatan penataan selalu identik dengan kegiatan penertiban dan penggusuran.
Di kota Samarinda menjamurnya PKL merupakan permasalahan sosial yang membenturkan kepentingan pemerintah dan kepentingan masyarakat. Pemerintah berasumsi perlu melakukan tata kota agar kota terlihat rapi, indah, bersih dan teratur. Akan tetapi seringkali para PKL juga diasumsikan sebagai perusak tatanan kota, padahal di sisi lain mereka juga butuh lapangan pekerjaan. Kondisi seperti itu yang dapat menghambat pembangunan yang ada di wilayah tersebut. Oleh sebab itu, untuk mengatasinya, saya merekomendasikan suatu strategi guna meminimalisir kondisi seperti itu:
  1. Dibutuhkan suatu kebijakan dimana kebijakan itu bersumber dari keinginan masyarakat itu sendiri sebagai implementasi dari bottom up planning.
  2. Inefisiensi anggaran dalam kebijakan yang dikeluarkan Pemerintah Kota Samarinda khususnya yang berkaitan dengan PKL dan keberadaan pasar sebagai ‘muara’ kemunculan PKL. Lokasi pasar yang tidak strategis dan kapasitas yang tidak memadai mengakibatkan para pedagang yang tidak tertampung di lokasi pasar beralih profesi menjadi PKL. Konsekuensinya sesuai dengan konsep di dalam system manajemen mutu, kini pemerintah hanya dapat melakukan tindakan koreksi yang tentu membutuhkan alokasi dana yang lebih besar dari tindakan pencegahan.
  3. Mencari strategi yang bukan hanya menjadi koreksi tapi juga sebagai pencegahan di masa datang.
Sumber:
Taufiq.2007.”Jerit PKL Samarinda yang Tak Kunjung Usai “.http://uzumaki.multiplay.com.Diunduh Jumat,15 Oktober 2010.

Rabu, 13 Oktober 2010

go to site

http://undip.ac.id/
http://www.ft.undip.ac.id/
http://www.pwk.undip.ac.id/

Kesan Pertama Ketika Menginjakkan Kaki pertama kali di Planologi

Pertama kali diterima di planologi tu yang pasti seneng banget, kliatannya tuh kuliahnya enak....
tapi ternyata pas uda masuk dan uda ngrasain kuliah di sini yah ternyata gampang-gampang susah..ternyata di plano tuh banyak tugas... Menurut kami, ketika petama kali di planno, kami ngeliat kalo kakak-kakak senior plano itu baek-baek dan ramah, kompak lah. walopun masih pertama aja uda disuru pakai baju item putih, disuruh ini disuruh itu, tp lama-lama planologi asik juga,
Yang sedih tu kalo ada tugas... haduuh.. langsung kaget deh kita, dari tadinya di sma yang rada nyante-nyante aja, skarang jd tambah berat lg bebannya.
Tapi sebener'e hal itu yang bikin plano lebih seru, kalo uda ngumpul buat tugas kelompok...yah jadinya...ngobrol mlulu, jd lbh akrab so tugas cepet kelar de....
Pokokna kuliah di plano itu...seru abis de... Ngga nyesel uda masuk plano.
biar cape....tetep semangat ....!!

Planologi jayaaaaaaaaaaa..........!!!!

This is Our Profile

Ketua kelompok :  Askariman Putra Sulvian
Nickname: Aska
Asal : Tangerang
TTL : Jakarta, 23 September 1992
Hobby : Maen futsal
Comment : aska orangnya rame, bertanggung jawab, bias diandelin, dan agak rusuh
Anggota :
1. Noviana  Rahmawaty Sari
Nickname : Pino
Asal : Samarinda
TTL : Tangerag, 13 November 1991
Hobby : Maen Tenis
Comment : Pino orangnya supel, ramah, dan suka ngaret
2. Noviana Purbasari
Nickname : vea
Asal : Wonosobo
TTL : Wonosobo, 18 November 1992
Hobby : membaca
Comment : Vea orangnya rame, supel, asik diajak ngobrol
3. Anggita Nur Zahara Mariza
Nickname : Gita
Asal : Semarang
TTL : Semarang. 9 Mei 1992
Hobby : olahraga, nulis, dancing, koleksi novel
Comment : Gita orangnya baik, ramah, supel, agak pelupa
4. Meinar Kartikasari
Nickname : Tika
Asal : Blora
TTL : Blora, 30 Mei 1993
Hobby : baca komik dan novel
Comment : tika agak pendiem, baek, 
5. AJi Uhfatun Musdalifah
Nickname : Aji Uh
Asal : Banjarnegara
TTL : Banjarnegara, 30 Mei 1993
Hobby : Jalan2, internetan, membaca
Comment : Aji agak pendiem, baik, ramah
6. Virgawasti Diah Proborini
Nickname : Virga
Asal : Semarang
TTL : Semarang, 28 Agustus 1992
Hobby : dance
Comment : Virga orangnya asik, cerewet, ramah
7. Afrizal Novan N
Nickname : Novan
Asal: Semarang
TTL : Semarang, 21 November 1992
Hobby : tidak ada hobby yg dominan
Comment : novan orangnya cuek, tp rame abis
8. Yoyok Dwiwangga
Nickname : Yoyok